Jumat, 24 September 2010

Sungguh…. Ikhwan itu Pilihanku

Di bawah Pohon Rindang, ya di tempat inilah kali pertama melihat seorang laki-laki yang sungguh belum pernah terbersit difikiranku. Akupun termangu memikirkan hal yang benar-benar aneh yang sebelumnya tidak pernah aku rasakan.
Siapakah gerangan, laki-laki yang telah mencuri hatiku?.
Setelah hari jumat itu, aku tidak pernah melihatnya kembali. Kemanakah dia? Seperti ditelan bumi, dia menghilang. Entah ke mana, dia yang selalu aku rindukan dalam setiap doa-doaku. Berminggu-minggu aku menunggu kabar dari pohon yang rindang itu, akupun belum menerima pesannya. Sia-sia saja hanya seperti burung yang kehilangan arah sayapnya untuk terbang. Akupun sudah melupakannya untuk memikirkan hal ini lagi.
Sebulan setelah itu, kau tahu kawan. Sekerjap dalam mimpiku terlintas seorang laki-laki yang tersenyum kepadaku.
Siapa lagi orang ini?
Dan aku tidak pernah memikirkannya pula atau menceritakannya kepada siapapun bahkan kepada sahabatku yang tahu segalanya tentang aku. Kawan...aku sungguh sakit ditengok seorang laki-laki yang tersenyum kembali kepadaku. Tuhan...ceritakanlah kepadaku siapakah dia? Apakah dia pilihan-Mu?.
Akupun tidak memperdulikannya kembali. Karena ku tahu itu hanya mimpi-mimpiku saja, buah tidur pulasku. Karena mungkin balasan tidak mengingat yang di atas.
Hari jumat kembali yang telah Tuhan mempertemukanku dengan seorang ikhwan itu. aku hanya terdiam terpaku melihatnya, apakah ini mimpi-mimpiku? atau ini adalah nyata. Sungguh kawan matakupun susah dipejamkan kembali.
Oh Tuhan benarkah ini adalah orang yang engkau pilihkan untukku?
Tuhanpun tidak langsung menjawabku, karena aku tahu Tuhan punya jawabannya sendiri.
Kenapa hari-hariku selalu diliputi ketidakpastian seperti ini? Karena aku selalu memikirkannya, selalu melihatnya di setiap sudut kampus biru ini. Padahal sebelumnya hanya sekali saja aku melihatnya itupun hanya beberapa detik saja, ketika dia berjabat tangan dengan seorang kawan yang dia kenal dengan akrab.
Kawan...seketika pagi itu kami bertemu kemudian beradu pandang, kemudian diapun menundukan kepalanya mungkin karena malu atau karena tidak terbiasa.
Kenapa..kenapa dia tidak menyapaku?.
Akupun dengan seketika menundukan pandanganku karena aku juga punya malu yang tiada terkira. Yang aku inginkan dia menyapaku dengan seksama, menanyakan siapa namaku, dari mana asalku, siapa orang tuaku, tapi itu hanya gurauan fikiran seorang awam saja. Kau bisa menghitungnya kawan seberapa lama aku memikirkan ikhwan itu?, tapi tidak usah dihitunglah, karena aku juga tidak mengenalnya.
Suatu sore dipertemuan itu, aku melihatnya berkumpul dengan teman-temanku. Siapa sebenarnya orang itu? Kenapa Tuhan belum memberikan jawabannya kepadaku. Sungguh tak dinyana aku bisa berpapasan langsung kemudian berkenalan dengan orang yang se-alim seperti ikhwan ini. “Raihan Taufiqurohman Al-Munawir” sungguh nama yang sangat indah. Indah seperti paras alim itu. Perkenalan ini adalah awal dari perjalananku untuk menempuhnya, Tuhan kau telah memberikan namanya kepadaku.
Sudah tiga kali pertemuan itu diadakan tapi masih saja seperti ini seperti tidak punya mulut untuk mengatakan bahwa saya adalah orang yang sangat mengagumi anda. Aku ingin mengenalmu lebih jauh hai ikhwan yang alim, dalam hatiku berkata. Kemudian setelah pertemuan itu selesai tak disangka dan tak dikira angin segar menghembuskan nafasnya kepada segenap jantungku dia menyapaku, kawan. Betapa bahagia hati yang selalu menanti-nanti momentum yang seperti ini, dia mengajakku ngobrol berceloteh ke sana ke mari ya meskipun hanya seputaran kuliah saja. Tak apalah kawan. Yang terpenting dia telah menyapaku dan mengenali wajah yang kaku ini.
Keesokan harinya kami bertemu kembali, tapi hanya sesaat saja karena ku tahu dia seorang yang sibuk. Tapi ada keanehan di wajah alim itu, dia tersenyum melihatku dan akupun membalasnya kemudian karena kutahu hatikupun tersenyum dengan gembira.
Pukul 03:30 pagi. Sebuah pesan singkat aku terima, ternyata ada orang yang mengajakku untuk bermunajat di pagi yang dingin ini kepada sang Maha Pencipta. Ya...dia kawan, dia yang mengirimkan pesan singkatnya kepadaku, setelah lama kenal baru pertama kali ini dia mengirimkan pesan singkat kepadaku. Bahkan selama ini, selama kami saling mengenal, kami tidak pernah betukar nomor ponsel masing-masing. Bahkan aku tahu nomor ponselnyapun dari kawanku itupun dengan penuh rasa gugup aku menanyakannya. Dan akupun tidak tahu kenapa dia mempunyai nomor ponselku juga, dari manakah gerangan dia mencari tahunya???.
Sobat....pertemun demi pertemuan kami lalui dengan seksama, hanya di pertemuan itulah kami bertemu beradu argumen, beradu pandang, bahkan beradu kasih dan sayang serta cinta dan kehangatan senyuman yang selalu dia lemparkan kepadaku. Tak disadari sebenarnya hal ini terus bergelimpangan di benak hatiku.
Tuhan sampaikan padanya apakah diapun sayang kepadaku??.
Pernah terbersit dalam fikiranku dia pasti hanya menganggapku sebagai seorang teman biasa saja tak lebih dari itu, tapi kenapa yang aku inginkan dia membalas perasaan yang akupun tidak tahu harus seperti apa dan bagaimana. Apa aku harus diam saja sobat? Atau aku harus memperjuangkan cintaku? Atau apa yang harus aku lakukan? Berikan padaku jawabannya sekarang. Karena aku sudah tidak sanggup lagi menahan perasaan ini. Aku adalah seorang manusia biasa yang butuh cinta dan kasih dari seorang yang aku cintai.
Beberapa bulan ini aku resah menanyakan hal ini pada hatiku, ada apa ini?. Kenapa orang tuapun ikut campur tangan mencarikan jodoh kepadaku, momentum apakah ini wahai Tuhan...kenapa dia juga datang mengkhitbahku dengan tiba-tiba yang aku tidak tahu perasaannya selama ini kepadaku. Karena ku tahu aku telah dijodohkan dengan orang yang sama sekali aku belum kenal sebelumnya, sungguh ingin rasanya aku membalas cinta sang ikhwan yang alim ini. Sesungguhnya hanya untuk membahagiakan orang tuaku saja aku menerima pinangan orang lain yang tidak aku cintai. Maaf wahai ikhwan yang alim yang aku cintai, aku tidak bisa membalas cintamu yang tulusmu karena Allah ini. Karena ku tidak ingin disebut seorang anak yang durhaka kepada orangtuaku. Sesungguhnya aku terlalu mencintaimu, maka aku memilih seorang yang dipilih orang tuaku.

Bandung, 19 Januari 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar