Jumat, 24 September 2010

Akhwat, Aku Jatuh Cinta Lagi

Waktu pertama aku melihatnya tak ada yang bisa aku rasakan, ketika aku semakin sering bertemu dengannya, hati merasakan hal yang tidak seperti biasa. Aku tidak tahu apakah aku hanya mengagumi dirinya atau hanya sekedar main-main semata.
Tidak tahu apakah ini yang dinamakan cinta, betapa bahagianya jika menjadi sebuah kenyataan dan menjadi cinta bagiku, sudah sekian lama aku tidak merasakan hal yang seperti ini bahkan aku tidak tahu lagi bagaimana rasanya mencicipi cinta yang kata orang begitu indah, setelah kejadian yang begitu menyedihkan dan menyakitkan menjadi bagian hidupku.
Suatu ketika, aku mengikuti orientasi pengenalan jurusanku dia hadir menyapa hidupku kembali setelah ospek pengenalan kampus itu, aku tidak tahu namanya dan ketika aku meminta tandatangannya aku menanyakan nama orang itu kepada temanku dan dia mendengarnya pula berkata:
“kemana aja tadi neng? Tidur?”
“ugh…!!! Males banget...”
aku merasa dia itu orang yang biasa saja bahkan saking biasanya aku iseng bercanda mengirim pesan singkat, anehnya dia membalas SMSku. Tapi kata orang dia begitu penting di mata fakultasku. Ketika aku tahu dia adalah orang yang begitu mengagumi kaum hawa dan tidak ada sedikitpun merendahkan makhluk Tuhan yang satu ini. Sungguhpun demikian aku takut aku hanya memainkan dirinya dan tidak ada kata cinta dalam jantungku, sesungguhnya betapa aku lebih takut bila aku jatuh cinta pada seorang yang tidak pantas aku cintai karena aku tahu dia sudah menemukan calon seorang pendamping yang akan menemani hidupnya.
Dan aku tahu…
“Lelaki yang sejati bukanlah dilihat dari bahunya yang kekar, tetapi dari kasih sayangnya pada orang disekitarnya…

Lelaki yang sejati bukanlah dilihat dari suaranya yang lantang, tetapi dari kelembutannya mengatakan kebenaran…
Lelaki yang sejati bukanlah dilihat dari jumlah sahabat di sekitarnya, tetapi dari sikap bersahabatnya pada generasi muda bangsa…”
(anggrekbiru.com)
Karena itu aku tidak akan salah melangkah memilih seorang adam pendamping hidup.
Untuk menenangkan fikiran dan hatiku yang kala itu gundah gulana karena makhluk lelaki yang kejam yang telah menyiksa hidup dan hatiku, aku menghubunginya lewat telephon selularku dengan mengirimkan pesan singkat kembali kepadanya. Dia memang malaikat hidupku yang telah Tuhan kirimkan kepadaku, menghiburku dengan kata-kata yang indah untuk didengar, akupun tidak tahu apakah itu hanya perasaanku saja atau benar-benar kata-kata yang bermakna dalam dan untuk merubah hidupku ke jalan yang lebih bermakna.
“Malu adalah sesuatu yang selalu membuat kita gagal untuk meraih prestasi”.
Itu adalah sepenggal kata-kata bermakna yang tadi aku ceritakan.
Perlu aku katakan, sebelum berjumpa dan melihat terutama sebelum berhubungan lewat telephon selularku itu, aku selalu merasakan hatiku ini tiada berguna dan selalu teriris-iris pisau tajam yang menyakitkan. Hati ini dibunuh oleh cinta yang seakan tidak akan ada benih-benih cinta lagi yang akan hinggap dalam kupu-kupu hati yang putih dan suci untuk orang yang mengagumi diriku mungkin…
Tapi aku tidak patah semangat dengan hadirnya penderitaan yang begitu berat ini, aku bahkan melawannya dengan angan-angan datangnya seorang Pangeran Berkuda Putih yang akan membawaku ke surga kebahagiaan yang selama ini aku idamkan dan aku impikan. Aku berharap dia adalah orang yang ku harapkan, sekali lagi aku katakan aku sangat bahagia sekali.
Suatu sore yang cerah dengan hadirnya sunset di ufuk barat yang kata sahabatku indah ibarat sebuah bintang di malam hari yang selalu dia kagumi setiap malamnya, yang selalu bersedih ketika menatap langit yang begitu gelap tiada bintang satupun di angkasa sana. Aku bertemu berpapasan tapi hanya sahabatku yang menyapanya, entah kemana aku melangkahkan kaki yang selalu berat untuk mengatakan
“ini aku Vi”
Dia hanya menatapku tajam tanpa arah kemana matanya dan kemana arah pembicaraannya pula, aku terasa menjadi orang yang bodoh yang sedang diliputi rasa takut dan khawatir karena ulahku sendiri.
“Kenapa hal itu terjadi!!”
Aku juga merasa aneh bahkan lebih aneh ketika khayalanku kian memuncak seperti diterpa badai kebahagiaan yang amat sangat mendalam. Aku seakan melupakan hidupku di masa lampau masa kini dengan orang-orang yang pernah dekat denganku, bahkan orang yang pernah menyakiti hidupku sekalipun. Jumat hari itulah yang aku menjadi orang yang kebingungan salah tingkah dan apapun itu namanya aku tidak mengerti.
Sejak hari indah itu, aku selalu ingin hangout, kawankulah yang menjadi temanku di kala aku ingin melihat wajah keindiaan itu. Setiap hari bahkan setiap waktu ingin melihat dirinya yang selalu memalingkan mukanya ke wajah ini setiap dia melihat orang yang mengaguminya.
Selasa ketika aku akan latihan beladiri yang sedang aku geluti sekarang seni beladiri Wushu yang berasal dari daerah mandarin itu, aku melihat dia bersama temannya sedang duduk entah apa yang dibicarakan mereka berdua kupingku panas ingin mendengarkan mereka berbincang-bincang tapi tetap saja aku tidak mendengarnya karena itu terlalu jauh, entah perasaan atau apa dia melihatku dengan girangnya sampai temannya tergeser entah kemana perginya. Sahabatkupun aneh ketika aku mengatakan jantungku berdegup kencang, tapi itu hanya perasaan iseng karena aku selalu candain dia lewat telephone selularku. Akupun perlu cerita ketika berada di Student Center (SC UIN SGD, kampus mewahku) bersama kawan-kawan seperguruan bersama pelatihku, entah kapan aku tidak ingat hari ataupun tanggalnya dia melihatku latihan, keGeeRaN kali ya seperti diliatin petir yang akan menyambar pohon kelapa di tengah-tengah hamparan sawah. Dasar aneh…memang aneh….sejak kapan aku merasakan keanehan dalam diriku…
Hari rabu pukul 16:15 ingin rasanya berpetualang kampus dengan pura-pura kuliner makanan khas UIN, ketika di depan Mesjid Iqomah aku menggerutu pada kawanku
“Ih…kok dia gak kelihatan sih?”
Padahal temanku sudah melihatnya di sebuah pertokoan kampus di depanku. Dengan hati yang penuh kegelisahan yang menggunung aku ingin membalikan kaki yang berat untuk melangkah, tapi aku hadapi dengan untuk keduakalinya berpura-pura menjadi pengagum hidupnya. Seperti biasa atau kebiasaan dia, dia memandangku dengan memutarkan arah lehernya kemana aku melangkah atau mungkin ini hanya fikiran semata pengagum rahasia yang tidak akan menyebutkan identitas sebenar-benar garis tulisan tangan hidup. Bahkan sahabatkupun tidak mau menyapa Kaka Pramukanya lagi saking kacau fikiran pula karena melihat tingkah diri ini dan orang yang aku kagumi itu.
Keanehanpun terjadi lagi, aku sengaja telphon-telphonan padahal di seberang sana tidak ada siapa-siapa yang menghubungiku.
Abi ....
Itulah panggilan sayangku kepada beliau, abi…abi…setiap kali aku bercanda aku selalu mengatakan kata sayangku itu. Berangan dia benar-benar menghubungiku, sungguhpun demikian itu tidak akan pernah terjadi. Sekali lagi aku takut aku tidak mencintainya dan lebih takut lagi aku malah sebaliknya mencintainya, karena trauma masa lalu sebenarnya bukan kata trauma yang pantas untuk diucapkan tetapi lebih pada hati yang terluka. Itu hal yang paling menyakitkan apalagi cinta sejatiku yang aku pertaruhkan telah kandas di tengah jalan dan selalu diterpa badai irisan hati.
Kebahagiaan aku cari-cari sampai susah payah untuk menenangkan hati yang bimbang penuh keraguan. Sebenarnya mudah saja untuk aku melampiaskan amarah ini kepada siapapun yang aku kehendaki, tetapi aku selalu berfikir bahwa itu adalah tindakan yang sangat…sangat…bodoh sekali untuk melakukan hal-hal yang kurang masuk di akal, karena aku tahu aku seorang hawa yang rapuh yang butuh tempat sandaran hidup yaitu mungkin seorang pengganti kawan lama yang telah menyakiti hatiku untuk kesekian kalinya aku katakan. Aku tahu aku seorang yang mudah menangis bahkan aku berani mengatakan bahwa aku ini cengeng dan tidak bisa mengendalikan air mata untuk tidak keluar dari pusara ujung mata yang begitu indah ini, ya jika aku bisa membuka hatiku kembali untuk mencintai seorang Adam yang mengantri mendaftar menjadi teman hidupku nanti dan sebaliknya mau menerimaku dengan keadaanku yang begini adanya. Dan tidak menutup kemungkinan bahwa dia akan mencintaiku seperti yang aku inginkan, tetapi aku takut aku telah menggoyahkan keimanan hatinya, untuk bisa mencintaiku adalah hal besar akan sesulit tidak bisa aku bayangkan bagaimanapun juga, karena akupun tidak yakin dengan angan-anganku.
Seperti biasa mungkin sudah kebiasaan mengelilingi kampus adalah cara jitu untuk bertemu dengannya, kemarin hari di bawah pohon nan rindang dua meter dari gedung rektorat aku berkhayal lagi, aku bercerita kepada sahabatku jika aku bertemu dengannya aku akan mengatakan kata-kata yang telah diucapkan oleh Abi tercinta, dia benar-benar harus tahu siapa aku sebenarnya. Seandainya dia datang berada di depan mataku aku akan berdiri berteriak meneriakan kata-kata yang sungguh telah menyadarkanku dari sebuah keterpurukan egoku selama aku terus membayangkan adam yang berengsek yang begitu mudahnya mencari pengganti aku untuk dijadikan pendamping hidupnya, sontak aku terus menggerutukan hati terus membayangkan Abiku datang. Dengan semangat aku bercerita bahkan beberapa imajiku keluar, dengan berharap benar-benar akan berada di depan hidungku. Setelah makan-makanan panganan kecil aku dan sahabatku kembali menginjakan kakiku di jalan yang penuh kenangan kampus, kembali menuju mesjid iqomah dan aku terus menanyakan bahwa dia ada di mana. Wah benar-benar jodoh yang pertama melihatnya bukan aku sih tapi sahabatku ini, lelaki yang berkemeja putih kotak-kotak yang sedang memimpin rapat itu adalah abi cintaku, duduk di bawah pohon untuk bisa terus melihatnya berbicara mengalunkan kata-kata yang tidak aku mengerti karena kejauhan untuk aku dengarkan apa makna sesungguhnya pembicaraan mereka, ku terus menatapnya dan seakan ingin mendekatinya dan untuk ke sekian kali aku ingin mengatakan
“ini aku Vi”
Dan akupun ingin mengatakan yang selama ini selalu mengirimkan pesan singkat itu aku adalah orangnya, tapi itu tidak mungkin untuk menjadi hal yang nyata di sore hari itu sempat beberapa rintangan menghadang dengan hadirnya teman-teman sahabat dan dosen sahabatku kemudian dosen Bahasa Inggrisku yang mungkin tidak akan beda jauh umurnyapun denganku. Adzan maghribpun berkumandang, dia tidak saja melangkahkan kakinya untuk bersembahyang sholat maghrib, aku celingukan ke sana ke mari ke atas ke bawah agar dia melihatku sedetik saja sekejap saja agar aku tidak penasaran utnuk kembali ke penghunian kosanku malam ini.
Tidak di sengaja atau disengajapun tidak apa, aku mengirimkan pesan singkatku malam ini, aku mengatakan aku sedang berada di mesjid tersebut, diapun mengatakan hal yang sama
”aku di depan mesjid”.
Sesungguhnya aku ingin sekarang dia mengenaliku benar-benar mengenaliku bahwa ini benar-benar kenyataan
“ini aku Vi”.
Dengan segera aku melemparkan ponselku ke arah temanku yang tidak tahu apa-apa kala itu bersandar di kursi entah apa yang dia tonton aku benar-benar tidak memperhatikannya yang aku perhatikan adalah mencari kunci kosanku yang tidak tahu dimana benda itu berada, aku pergi berlarian dengan terburu-buru menuju mesjid itu dan hanyalah dia yang aku fikirkan.
Ehm…hati terenyuh kenapa tadi tidak mengajak sahabatku yang selalu menemaniku tiap hari menyaksikan pemandangan itu, dalam beberapa detik aku telah berada di mesjid di lantai dua aku berdiam diri. Tiba-tiba ponselku berdering, pesan pendekpun aku terima
“di mana? Kaka di depan fakultas Saintek”.
Tanganku kaku bergetar mengetik baris-baris kata yang akan aku kirimkan, entah berapa lama aku berfikir tiba-tiba untuk kedua kalinya ponselku berdering berulang-ulang aku seperti orang yang sangat kebingungan dan sangat bodoh akan menerima jawaban telephon itu. Seseorang di seberang sana berkata:
“Vi di mana? Kaka nunggu nih di depan fak saintek”
Malu-malu tapi mau ya…
”kok kaka tahu nama aku”?
“kan waktu itu kamu menyebutkan panggil saja aku Vi”
Ternyata dia masih mengingatnya atau mungkin namaku disimpan di phonebook ponselnya. Keluar dari mesjid dengan hati bergetar tak karuan, aku ingin kabur saja dari masalah ini karena aku tidak kuasa untuk bertemu dengan Abi tercintaku. Melihat dia memakai jaket kulit, membawa helm, dan berdiam dengan motornya aku ingin kembali pulang, untuk ketiga kalinya ponselku berdering kembali, ternyata dia menghubungiku lagi.
“Vi mau gak ketemuannya? Kamu yang ke sini atau kaka yang ke sana? Sekarang kamu di mana? Apa Kaka aja ya yang ke situ”?
“di samping kanan masjid ka”
“ya udah kakak aja yang ke situ ya”
Setelah aku mengatakan poisisi di mana aku berada malam itu, aku baru menyadarinya kalau sebenarnya aku benar-benar belum siap untuk bertemu bertatap muka bergandengan wajah dengannya, yang ada dalam fikiranku waktu itu hanyalah ada rasa malu, gugup, bingung segala hal yang aku rasakan tak terkecuali rasa dunia yang sedang aku pijakan kakiku ini seakan berhenti berputar dan semua bintang pada malam itu seperti sedang mentertawakanku dan enggan untuk berkomentar apapun kecuali hanya bisa menertawakanku. Sekitar beberapa menit dan jika aku hitung putaran waktunya kira-kira dua menit kemudian diapun datang dengan motor hijaunya yang selalu aku lihat di depan gedung Student Center di mana dia berdiam merampungkan pekerjaanya. Dia tepat berada di depan wajahku, mungkin jarak di antara kita hanya sekitar satu meter...he…he…(aku bahagia…aku benar-benar bahagia). Aku tak dapat mengangkat kepalaku seakan migraine di kepala temanku hinggap di kepalaku, aku hanya bisa menunduk malu ketika mendengar suara motor di hadapanku.
”Oh Tuhan apa yang harus aku lakukan?”
Dalam hatiku aku hanya bisa mengatakan kata-kata itu. Diapun membuka Helm yang dikenakannya dan memanggilku
”Vi…”
Sungguh… hatiku lemas mendengar dia memanggil namaku dengan nada yang lembut dan tersenyum manis padaku. Akupun menjawab dengan nada yang gugup bahkan saking gugupnya aku hanya bisa mengatakan ini
”Iya ka!”
Ohh…...
Jika aku harus menggambarkan rasa bahagia ini, aku tidak tahu harus menggambarkannya seperti apa? yang pasti sepertinya sekarang aku tahu bintang-bintang itu bukan menertawakanku tapi bintang-bintang yang menjadi saksi pertemuan kita seakan-akan tersenyum manis dan mengucapkan selamat padaku. Banyak hal yang dia pertanyakan padaku tentang hidupku, mulai dari jurusan apa?, semester berapa?, dengan siapa? asalnya dari mana?, kosannya di mana? sampai yang mendetail sekalipun hal apa yang akan aku kerjakan setelah aku bertemu dengannya, semua itu seperti mimpi bagiku, yang pasti aku menjawab semua pertanyaannya dengan nada yang sangat gugup dan malu, sampai hati dia bilang bahwa aku ini seorang hawa yang sportif dan unik (unik apa aneh nich?).
Malam itu dia mungkin akan ada sebuah pertemuan di sebuah hotel di daerah Paster Kota Bandung, jadi kamipun tidak bisa bercuap-cuap terlalu lama karena terhalang oleh jarak waktu dan jadwal keseharian masing-masing. Abipun berpamitan dan mengharapkanku untuk berkunjung ketempatnya di kantornya (Student Center).
”ya udah, kakak pergi dulu”
”Iya ka”
Sambil mengucapkan salam diapun pergi meningalkan mesjid di mana kita berdua bertemu bertatap muka untuk pertama kalinya.
Oh……Aku benar-benar berterima kasih pada bintang-bintangku. Bintang yang selalu menemaniku di saat aku butuh dia, ketika aku merasa sendiri, ketika aku merasa takut, ketika aku membutuhkan hiburan (memang bintang bisa seperti badut gitu?), yang pasti tanpa bintang yang satu ini, aku tidak akan pernah bisa melewati semuanya. Dengan seketika aku menceritakan semua yang telah terjadi yang baru saja aku alami kepada bintangku ini tanpa ada yang aku sembunyikan (wah…bahagia ya!!!). Meski saat itu, bintang yang selalu menemaniku tidak menyaksikan pertemuanku dengannya tanpa mata kepalanya sendiri secara langsung, yang pasti aku percaya bahwa bintangku menyaksikannya dengan mata hatinya yang lembut yang selalu mengerti apa yang aku rasakan.
”terima kasih bintangku aku benar-benar tidak tahu bagaimana caraku membalas semua kebaikanmu padaku, kau selalu menerangi setiap jalanku”.
“terima kasih andai kau bahagia akupun akan bahagia sebahagia mungkin lebih bahagia daripada dirimu”
Aku tahu kisahku tidak patut untuk aku ceritakan, tapi ini awal dari kisah yang akan menjadi kenangan setiap tetesan darah nadiku. Aku tahu seandainya ini sungguh terjadi, ini adalah awal dari sebuah hubungan yang akan aku jalani di setiap langkah jalan hidupku.
Ingin malam ini aku mengirimkan pesan pendek kepada ABI seraya mengucapkan:
“Selamat tidur Abi...
Awali tidurmu dengan cinta, selimutmu adalah kasih sayang, doamu adalah kerinduan, sekejap matamu adalah kebahagiaan, dan awali tidurmu dengan doa untuk esok yang penuh senyuman. Gut Nait..Have a nice dream ya...
Dan aku percaya dengan kata-kata yang satu ini,
“Dunia ini indah dan bermakna dengan ukhwah yang selagi memberi tanpa batas, ada sapa dalam duka, ada doa dalam ketakutan, ada semangat dalam keterpurukan, ada cinta dan kasih dalam penderitaan dan ada nasihat dalam perbaikan diri. Ukhwah ibarat satu janji yang dibuat dalam hati, tak dapat ditulis, tak dapat dibaca, namun tak akan terpisahkan oleh jarak dan tak akan berubah oleh waktu”
Kata-kata tersebut menjadi kenyataan dan benar-benar terjadi di kehidupan nyataku. Aku akan selalu percaya pada-Mu oh Tuhanku, dan aku percaya Kau selalu menciptakan banyak keajaiban di manapun aku berada. Terima kasih Tuhan terima kasih untuk semuanya.
Sekali lagi aku takut aku tidak bisa mencintainya, tapi aku lebih takut lagi jika aku benar-benar mencintainya. Aku percaya hidup selalu memerlukan perjuamngan, ^_^ “Tomorrow is another day, the day of struggle for a better life.”
Tuhan apakah ini benar-benar jalan yang engkau tujukan kepadaku sampai hati aku seperti ini, sungguh Kau Maha Sempurna di balik kekesalanku pada kejadian-kejadian masa laluku Kau telah memberiku banyak kebahagiaan yang tak mungkin setiap orang akan menemuinya.
Aku tidak memerlukan yang lebih sempurna melebihi-Mu Ya Tuhan, aku hanya butuh yang mencintaiku apa adanya diriku. Tidak lebih...
Sekali lagi Terima Kasihku untuk-Mu tidak akan cukup, ku bersyukur atas semua yang Engkau berikan.


Bandung, 01 Januari 2009
Terima kasih Tetehku…sesungguhnya kau adalah inspirasiku
Irma Cuhayati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar